STM Melawan


Massa mahasiswa-pelajar aksi demo di Lhokseumawe. Sumber: www.detik.com
 
www.lpmsinergis.com - Rancangan undang-undang (RUU) KPK dan rancangan undang-undang Hukum Pidana menuai banyak kritik dari berbagai lapisan masyarakat., karena beberapa pasal-pasalnya yang dianggap kontoversial. Jelas, hal tersebut yang akhirnya menimbulkan berbagai aksi massa dari berbagai pihak, khususnya demonstran mahasiswa yang turun ke jalan menyuarakan aspirasinya dalam menanggapi RUU KPK dan RUKUHP. Bahkan beberapa mahasiswa Universitas di Indonesia ikut dalam demo. Dimana demo tersebut berpusat di gedung DPR RI dan DPRD untuk yang melakukan aksinya di tingkat regional.

Yang menarik perhatian di sini justru bukan hanya persoalan utamanya, melainkan para siswa dari Sekolah Teknik Menengah (STM) yang juga ikut turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi. Tidak semua pihak setuju untuk aksi yang dilakukan oleh siswa STM ini, ada berbagai argumen, diantaranya “ga seharusnya siswa STM ikut berdemo, karena mereka ga tau apa-apa soal ini, mereka Cuma mau balas dendam aja sama polisi”, celotehan yang lainnya “udahlah kalian mending belajar aja dulu, jangan ikut-ikutan demo segala” dan masih banyak yang lainnya.

Saya sebenarnya tidak setuju dengan argument-argumen tersebut, argumen mereka tidak sepenuhnya salah, oke, katakanlah mereka para siswa STM memang kurang paham tentang persoalannya, tapi dengan mereka turut ikut dalam melakukan aksi, bukankah itu awalan yang baik? Bisa jadi sikap kritis mereka berawal dari hal ini.

Saya sendiri adalah alumni dari STM, memang pemikiran anak STM tidak seperti anak SMA biasanya, karena di STM tujuan utama para siswa kebanyakan setalah lulus sekolah adalah bekerja, dengan artian, jarang sekali siswa yang memikirkan perihal krusial seperti ini, dengan kata lain apatis. Saya sontak terkejut dengan ini, melihat kedalam sejarahnya, bahwa ini kali pertamanya saya menyaksikan siswa ikut melakukan demonstrasi dan saya sangat mendukung hal tersebut. Saya juga punya alasan dalam mendukung hal ini karena banyak sisi positif yang dapat diambil dan hal positf itu dapat mewujudkan Pancasila sila ke-3.

Bukan lagi hal yang aneh, siswa STM melakukan tawuran dengan STM lainnya. Namun ada hal menarik di sini, menurut pengakuan dari seorang siswa salah satu STM di Kuningan, dia bangga sekaligus terharu, karena pada saat aksi kemarin bermacam-macam STM bisa bersatu, tidak mengenal bahwa STM tersebut musuh bebuyutan-nya, tidak mengenal lawan, mereka semua bersatu dan berkumpul dalam demonstrasi, yang tadinya lawan pun menjadi kawan, yang tadinya apatis pun menjadi kritis. Mereka mampu menahan egonya untuk bersatu menjadi kawan, untuk menjadi siswa yang kritis dalam satu tujuan yang sama.

Bagi saya pribadi ini merupakan hal yang sangat baik dan positif, ini bagus untuk mereka kedepannya, baik atas nama sekolah maupun antar siswanya. Dengan terjalinnya silaturahmi seperti ini, bukankah setidaknya dapat meminimalisir tawuran yang terjadi antar pelajar? Bukankah ini dapat menjadi salah satu faktor jalan menuju perdamaian antar STM? Itu hal yang sangat baik.

Pada hakikatnya siswa STM juga merupakan manusia sekaligus warga Negara Indonesia, dimana dia punya hak asasi yang harus dilindungi oleh Negara dan punya hak warga Negara yang harus dipenuhi. Toh, kebebasan berpendapat tidak memandang umur, tidak memandang dia siapa, selama dia adalah manusia dan punya kewarganegaraan, ya silahkan. Siswa STM juga pemuda terpelajar, seorang akademisi, tidak ada yang salah jika mereka bersikap kritis. Satu hal yang terpenting, bagi kalian yang melontarkan argumen negatif karena aksi #STM Melawan, bagi saya, aksi mereka (siswa STM) lebih baik daripada kalian yang sama sekali tidak ada kontribusinya dalam persoalan ini, bahkan keberanian mereka patut untuk ditiru, dimana mereka tidak menjadi penurut yang penakut. 
 

Penulis: Dewi Sartika
Editor: Arfan Muhammad Nugraha

Posting Komentar

0 Komentar