Meributkan Tetek Bengek Peraturan Formalitas


Pimpinan Sidang Muslub yang diselenggarakan BLM FKOM pada hari Sabtu, 20/7/2019

www.lpmsinergis.com - Sabtu malam kemarin, Badan Legislatif Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer (BLM FKOM) menyelenggarakan Mubes (Musyawarah Besar) yang kemudian diubah menjadi Musyawarah Luar Biasa (Muslub).

BLM FKOM mengundang perwakilan dari setiap kelas yang berada di FKOM angkatan 2017 dan 2018, juga pengurus Himpunan Mahasiswa (Hima) dari masing-masing jurusan yang berada di FKOM dan pihak Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKOM.

Muslub tersebut membahas solusi dari ketidakselarasan masa periode kepengurusan antara BEM dengan Hima. Terdapat dua opsi, kepengurusan Hima diperpanjang, yang seharusnya berhenti bulan ini menjadi nanti bulan Desember, atau Hima tetap berhenti bulan ini dan nantinya BEM menyesuaikan dengan diisi pejabat sementara.

Argumen dari yang memilih opsi pertama adalah nantinya mahasiswa angkatan 2019 dapat mengikuti Hima, BEM Fakultas, lalu BEM Universitas secara berjenjang tanpa lulus kuliah terlambat. Kemudian, argumen dari yang memilih opsi kedua adalah kalau kepengurusan Hima diperpanjang, Hima tidak akan ada kegiatan karena perkuliahan sedang libur, dan argumen tambahannya, dana cair dari pihak lembaga bulan September, kepengurusan Hima periode nanti tidak ingin memegang anggaran yang tidak jelas.

Kedua belah pihak membangun argumen dari kedua sisi yang berbeda. Pihak pertama dari bagaimana menyeimbangkan antara organisasi dengan akademis. Pihak kedua dari kegiatan apa yang dilakukan Hima dalam waktu dekat ini. Kedua belah pihak juga sepertinya tidak tertarik untuk menyanggah argumen dari pihak lain. Tidak ada sanggahan tentang keseimbangan antara organisasi dan akademis dari pihak kedua. Begitu pun sebaliknya, tidak ada jawaban kegiatan apa yang dilakukan Hima dari pihak pertama.

Keduanya asyik dengan argumennya masing-masing seperti keduanya ditempatkan di ruangan yang terpisah. Mungkin mereka lupa kalau mereka berada di ruangan yang sama, yang berarti harus mendengarkan dan mempertimbangkan argumen dari pihak lawan.

Pada akhirnya Muslub tersebut diakhiri dengan voting yang dimenangkan oleh pihak kedua. Keputusannya adalah kepengurusan Hima periode sekarang berhenti bulan ini.

Begitulah paparan singkat berjalannya sidang Muslub tersebut. Inti dari sidang Muslub tersebut adalah voting. Sebenarnya tidak masalah kalau sejak awal persidangan langsung saja diadakan voting, karena seperti yang saya katakan di atas, kedua belah pihak tidak mempedulikan argumen dari pihak lain, yang artinya pemaparan argumen dari kedua belah pihak adalah hal yang bisa dikatakan percuma.

Sidang Muslub tersebut berjalan cukup lama karena membahas tetek bengek formalitas yang esensinya kurang penting dalam musyawarah. Terlalu sibuk dengan tetek bengek formalitas sampai-sampai melupakan esensi.

Hal pertama yang diperdebatkan dalam musyawarah tersebut adalah tidak adanya peraturan sidang. Saya setuju dengan pendapat bahwa agar musyawarah berjalan dengan lancar dan kondusif diperlukan peraturan yang mengatur jalannya sidang musyawarah. Namun jangan anggap seolah-olah kita tidak bisa teratur tanpa adanya peraturan.

Saya rasa semua yang ada di ruangan tersebut mengerti apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan agar musyawarah berjalan kondusif. Apalagi mahasiswa yang berada di ruangan tersebut adalah mahasiswa yang mengikuti organisasi dan akan mengikuti organisasi (bagi angkatan 2018) yang tentunya mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam musyawarah agar berjalan lancar.

Peserta sidang tetap bersikeras menuntut adanya peraturan, akhirnya Pimpinan Sidang memutuskan untuk mendiskors sidang, memberi kesempatan kepada pihak BLM untuk membuat peraturan sidang.

Jadinya adalah peraturan yang menurut saya tidak perlu dibuat dan hanya membuang-buang waktu. Peraturannya adalah: tidak boleh merokok (yang sudah diberi tahu sebelumnya), berpakaian sopan, tentu sopan menurut ‘adat ketimuran’, saya sendiri tidak yakin ada yang datang ke sidang musyawarah itu dengan hanya memakai bikini, sisanya adalah pemberitahuan tentang hak bersuara dan berpendapat. Entah peserta sidang puas dengan peraturan receh tersebut atau tidak, yang pasti tidak ada lagi yang protes.

Maksud saya adalah dengan atau tidak adanya peraturan tersebut jalannya sidang musyawarah tidak akan berbeda. Jadi mengapa repot-repot berdebat dan membuat peraturan?

Hal kedua yang diributkan adalah terkait jumlah peserta yang mempunyai hak suara kurang dari 50% + 1. Dalam sidang musyawarah tersebut peserta yang hadir hanya 50%, jadi kurang 1 orang. Lagi-lagi ribut tentang peraturan sampai-sampai melupakan esensi. Saya sampai berpikir, apakah dengan adanya peraturan, nalar sehat menjadi dilarang untuk digunakan?

Mari kita gunakan nalar sehat kita untuk melihat esensi dari peraturan 50% + 1. Mengapa harus 50% + 1? Musyawarah adalah tentang bagaimana merumuskan kebijakan atau solusi demi kepentingan bersama. Kata kuncinya adalah kepentingan bersama, bukan per orangan atau sebagian orang. Agar merepresentasikan kepentingan bersama, maka dibuatlah peraturan 50% + 1, jadi lebih dari setengahnya. Kalau hanya setengah bukan jumlah yang ideal untuk merepresentasikan kepentingan bersama, apalagi kalau kurang dari setengah.

Kembali lagi, apakah dengan bertambahnya 1 orang ke dalam sidang musyawarah tersebut secara otomatis mencerminkan kepentingan bersama? Tidak. Karena orang yang mengaku perwakilan dari kelasnya belum tentu benar-benar mewakili suara kelasnya. Saya tidak yakin, dalam kondisi liburan sekarang, dia membahas dengan seluruh teman sekelasnya mengenai periode kepengurusan Hima.
Artinya peraturan tersebut sudah kehilangan esensinya. Lalu, untuk apa repot-repot meributkannya dan menunggu 1 orang datang ke sidang tersebut?

Saya berani mengatakan 90% pembicaraan di sidang musyawarah tersebut membahas dan meributkan tetek bengek peraturan formalitas, 10% sisanya adalah voting.

Seperti yang sudah saya katakan di awal tulisan, adu argumen dari kedua belah pihak yang sebenarnya esensial malah tidak dilakukan. Sekali lagi saya katakan, sibuk mengurusi hal formalitas sampai-sampai melupakan hal yang esensial.


Penulis: Tri Asep
Editor: Tri Asep

Posting Komentar

0 Komentar