Ilustrasi mengerjakan ujian. |
www.lpmsinergis.com - Saya
yakin hampir semua orang akan mengatakan kalau mencontek saat ujian
adalah perbuatan yang buruk. Bahkan mereka yang sering mencontek pun
akan setuju dengan itu. Mereka yang sering mencontek akan mewajarkan
tindakannya sebagai keterdesakan karena tidak bisa mengerjakan soal
ujian, tidak ada pilihan lain untuk mendapatkan nilai yang aman
selain dengan mencontek. Bagaimana tidak, mencontek sering dikatakan
sebagai bentuk ketidakjujuran dan kecurangan. Tidak ada seorang pun
yang ingin dicap sebagai seorang yang tidak jujur. Mungkin hanya
sedikit orang yang menganggap mencontek adalah perbuatan yang baik,
salah satunya adalah Sang Proklamator kemerdekaan kita, Sukarno.
Sukarno menganggap mencontek sebagai bentuk dari kerja sama atau
gotong royong – prinsip yang harus dipegang oleh bangsa Indonesia.
Jadi, mencontek itu baik atau buruk?
Pertanyaan itu boleh saja diajukan, namun kita tidak boleh
menjawabnya tanpa mempertimbangkannya. Kalau Anda menjawab buruk
hanya karena Anda kesal, sebab sering dicontek oleh teman Anda,
berarti Anda belum mempertimbangkan jawabannya. Apa yang harus
dipertimbangkan? Yaitu kondisi yang menyebabkan seseorang melakukan
kegiatan mencontek.
Sistem pendidikan kita adalah sistem
pendidikan yang berbasis pada penilaian. Seseorang akan dianggap
berhasil dalam belajar jika seseorang tersebut mendapat nilai tinggi.
Cukup tunjukkan raport Anda, maka seseorang akan langsung menentukan
seberapa pintar dan seberapa berhasil Anda dalam pelajaran.
Penilaian adalah pencerminan dari
proses belajar dalam bentuknya yang kuantitatif. Jika Anda mendapat
nilai 90 dalam pelajaran Matematika misalnya, ini mencerminkan
(menunjukkan) proses belajar Matematika Anda berjalan dengan baik.
Karena hanya merupakan pencerminan, tentu penilaian tidak akan pernah
benar-benar menunjukkan proses belajar yang sesungguhnya. Sangat
tidak bijak, mereduksi proses belajar yang begitu kompleks ke dalam
bentuk kuantitatif semata. Di dalam proses belajar, terdapat siswa
dengan berbagai kondisi yang berbeda, tetapi dalam penilaian, mereka
semua dipaksa untuk sama.
Tidak ada yang salah dalam sistem
pendidikan yang berbasis penilaian. Bagaimana pun juga penilaian
memang dapat digunakan untuk mengukur pemahaman siswa akan pelajaran.
Namun, kita harus menyadari bahwa penilaian hanya mencerminkan proses
belajar, tidak menunjukkan proses belajar sesungguhnya. Penilaian
hanyalah salah satu alat ukur untuk mengukur kemampuan siswa, bukan
satu-satunya. Yang menjadi masalah dalam sistem pendidikan kita
adalah menjadikan penilaian sebagai satu-satunya alat ukur
keberhasilan siswa dalam belajar.
Seringkali proses penilaian tersebut
tidaklah benar, sehingga semakin tidak menunjukkan proses belajar
siswa. Salah satu contoh, kita sudah jamak dengan kasus di mana siswa
mendapat nilai tinggi karena kedekatannya dengan guru. Jadi, sistem
pendidikan kita sebenarnya dihadapkan pada dua masalah. Pertama,
menjadikan penilaian (yang mana hanya pencerminan) sebagai
satu-satunya tolak ukur. Kedua, dalam proses penilaiannya sendiri
seringkali tidak benar, sehingga semakin tidak menunjukkan proses
belajar. Itulah kenapa banyak siswa mendapat nilai tinggi dalam
pelajaran Bahasa Indonesia tetapi tidak pernah membaca buku, mendapat
nilai tinggi dalam sains tetapi masih percaya mitos kuno, dan
sebagainya.
Karena hanya satu-satunya tolak ukur,
maka hanya nilai dalam raport lah yang dapat siswa banggakan. Karena
dalam proses penilaian tersebut seringkali tidak benar, maka tidak
peduli bagaimana pun caranya, nilai dalam raport harus tinggi, sebab
(kembali lagi ke atas) satu-satunya tolak ukur adalah penilaian.
Apa yang dicerminkan oleh penilaian,
yaitu proses belajar, menjadi tidak dipedulikan. Karena sistem
pendidikan kita memang tidak mempedulikannya. Tidak peduli berapa
banyak buku yang Anda baca dan berapa banyak tulisan yang Anda
hasilkan, selama nilai ujian Anda jelek, Anda akan selamanya dicap
bodoh. Namun, walaupun Anda tidak pernah membaca buku dan tidak
pernah membuat tulisan seumur hidup Anda, selama nilai ujian Anda
bagus, Anda akan dianggap orang pandai.
Pengutamaan terhadap penilaian dan
pengabaian terhadap proses belajar adalah apa yang terjadi dalam
sistem pendidikan kita. Jika seorang siswa gagal dalam ujian,
alih-alih membangun proses belajar yang dapat membuat siswa itu
mengerti, malah menyalahkan siswa itu sendiri. Sistem pendidikan
tidak peduli terhadap proses belajar siswa, yang sistem pedulikan
adalah hasil ujian atau nilai dari siswa tersebut.
Siswa menyadari hal itu, bahwa sistem
tidak peduli terhadap proses belajarnya, terhadap
permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dalam belajar. Oleh karena
itu juga, sistem sebenarnya tidak peduli terhadap pemahamannya
terhadap pelajaran. Yang sistem pedulikan hanyalah nilai di atas
kertas. Maka, tujuannya bukanlah memahami materi pelajaran tetapi
mendapatkan nilai setinggi mungkin, paham atau tidak paham, itu
urusan belakangan.
Mengapa banyak siswa mencontek?
Mengapa siswa untuk mendapatkan nilai tinggi alih-alih belajar malah
mencontek? Karena sistem pendidikannya sendiri memang tidak
menghargai proses belajar, karena nilai ujian lah yang diutamakan.
Selama sistem tidak menghargai proses belajar, maka siswa juga tidak
peduli dengan belajar dan lebih memilih mencontek. Bahkan yang tidak
mencontek pun, yang belajar sendiri, belajar hanya untuk mendapat
nilai tinggi, bukan belajar untuk memahami. Karena sekali lagi,
sistem pendidikan kita memang tidak menghargai proses belajar.
Siswa akan tetap mencontek selama
sistem pendidikan kita tidak menghargai proses belajar dan lebih
mengutamakan nilai di atas kertas.
Penulis: Asep Tumbara
Editor: Asep Tumbara
0 Komentar