Bagaimana Budaya Membaca di Universitas Kuningan?

Perpustakaan Universitas Kuningan. Kredit: lib.uniku.ac.id


www.lpmsinergis.com - Sebelum membaca opini saya, adakalanya aktivitas Anda diberhentikan terlebih dahulu, misal Anda sedang melakukan aktivitas bucin tolong dengan memakai kata sangat, saya mohon fokus dahulu membaca serta memaknai opini saya, atau yang sedang membaca tetapi di sekeliling Anda ada teman kelas Anda sedang bermain Mobile Legend dan mereka dalam tahap rank up, lalu mereka berteriak seperti sedang menyanyikan lagunya Sucide Silence, paksa mereka untuk diam sejenak karena hal tersebut membuat Anda tidak fokus membaca.

Membaca buku adalah hal yang sangat menarik bagi saya pribadi, dengan membaca, paradigma Anda semakin terbentuk, dari proses terbentuk inilah hasilnya akan terasa, seperti: Anda dengan sigap bisa mengatasi permasalahan-permasalahan yang pelik, proses berpikir Anda kritis sehingga teman-teman tidak menyukai Anda karena banyak tanya dan sering mengkritik, dan sebagainya.

Tetapi, di dalam kenikmatan membaca, ada kendala yang hingga sekarang masih mengakar, yaitu kesadaran untuk membacanya.

Di kampus Universitas Kuningan, mahasiswanya yang saya lihat mereka kurang menggemari apa yang dinamakan budaya membaca. Melihat argumen saya ini Anda pasti tidak setuju, Anda pasti menanyakan bukti konkretnya, akan saya berikan. Sekarang Anda bisa pindah tempat dari kelas ke Uniku Corner, bagi yang sudah di Uniku Corner, Anda bisa melihat sekeliling Anda. Pertanyaan saya, pemandangan di sana bagaimana? Begitu indah kah? Apa para mahasiswa yang sedang duduk di sana ada yang membaca buku, berdiskusi tentang buku apa yang akan mereka baca selama sebulan ini, atau mereka berdiskusi mengenai hasil penelitian yang dilakukan Program for Internasional Student Assessment (PISA) mengenai peringkat Indonesia dalam urusan membaca. Jawaban pastinya tanpa perlu ambil pusing yaitu: tidak ada sama sekali mahasiswa yang membaca buku atau berdiskusi seperti apa yang saya paparkan.

Baik, sekarang mari kita pindah tempat, kita pindah ke tempat sumber buku dan ilmu pengetahuan itu ada, yakni perpustakaan. Perpustakaan yang sangat rapih serta aroma buku yang terasa nikmat hingga tercium di hidung membuat diri ingin membaca, ditambah saat membaca diiringi musik populer yang bagi saya sebenarnya hal itu tidak perlu ada, karena tempat tersebut bukan Alfamart atau sejenisnya.

Di perpustakaan, pasti yang Anda lihat orang-orang yang sedang membaca serta menulis, lalu dalam hati Anda berkeyakinan opini saya tidak berdasar dan mulai semangat untuk mencaci maki saya karena saya salah. Baik, saya akan membawa Anda ke dalam rumah dan mengobrol dengan pikiran saya.

Saya memiliki moto saat kelas 11 SMA di kala saya memulai kegiatan membaca, bunyinya seperti ini “Jika sudah berkencan dengan buku, maka harus berani bersenggama dengannya,” agak aneh memang, tetapi dengan menerapkan kalimat tersebut saya menjadi semangat membaca hingga kini.

Jika dilihat dengan seksama, para mahasiswa yang sering mengunjungi perpustakaan itu, mereka ke sana hanya untuk melaksanakan kewajibannya dari dosen, yaitu mengerjakan tugas. Memang betul mahasiswa ini membaca serta ditemani dengan menulis, tetapi yang menjadi kegatalan pikiran saya itu, kenapa mereka membaca hanya untuk mengerjakan tugas saja, kenapa tidak menjadikan hobi. Jika diklasifikasikan dengan moto saya, maka mereka berada di posisi berani berkencan tidak berani untuk bersenggama.

Selesai berdiskusi di rumah, Anda boleh kembali ke perpustakaan, jika Anda kembali ke perpustakaan di siang hari pukul 12.00, maka Anda perlu menunggu di teras dan memakan waktu cukup lama karena para petugas sedang beristirahat yang kadang-kadang hal tersebut tidak bisa diganggu gugat.

Ketimbang menunggu petugas perpusatakaan yang lama datangnya, kita lihat kejadian yang tadi di perpustakaan. Para mahasiswa yang sedang membaca ditemani menulis itu sedang mengerjakan tugas, lantas apa mereka sedang menerapkan budaya membaca serta mereka menyadari pentingnya kesadaran membaca, bagi saya tidak termasuk. Mengerjakan tugas itu tuntutan sedangkan membaca buku itu didasari oleh kesadaran Anda.

Lelah membaca opini, saya menganjurkan Anda untuk minum terlebih dahulu. Setelah itu mari kita bahas jalan keluarnya.

Bagi saya jalan keluarnya adalah para civitas academica mengharuskan program membaca untuk para mahasiswa dan kalau bisa bekerja sama dengan para pegiat literasi—bukan duta baca kampus tentunya, atau bisa juga dengan komunitas literasi.

Saya ambil contoh seperti di Universitas Parahyangan—selanjutnya akan ditulis Unpar—mereka dalam hal ini Lembaga Kepresidenan Mahasiswa (LKM) menyelenggarakan kegiatan Hari Literasi, tujuannya memberikan ruang kepada mahasiswa untuk belajar melalui buku. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari pada tanggal 9 dan 10 September 2019. Singkat cerita, di acara yang mengambil tema “Voyage Through Time”, panitia acara mengundang komunitas literasi dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk menyediakan Mini Library. Barangkali civitas academica bisa menerapkan hal yang sama, tetapi ada perubahan dalam acaranya, karena jika diterapkan secara mentah saya yakin tidak akan berjalan dengan sesuai, penyebabnya karena kondisi mahasiswa di Universitas Kuningan berbeda dengan di Unpar.

Dengan berkembangya budaya membaca, maka saya yakin dalam mengerjakan tugas makalah tidak ada yang melakukan plagiat dengan merujuk ke blogspot. Selain itu, dalam menuliskan kata pengantar tidak akan mengucapkan terima kasih kepada jajaran elit universitas, tetapi akan menjelaskan selayang pandang mengenai esensi makalah.

Jika minuman Anda sudah habis maka opini saya cukup sampai di sini saja, jika Anda tidak menyukai tulisan saya, itu tanda dinamika pemikiran atau di dalam otak besar (cerebrum) Anda, lobus frontal-nya tidak berfungsi, tidak, saya hanya bercanda.

Karena dicukupkan sampai di sini, aktivitas Anda boleh dilanjut kembali dan semoga opini saya menjadi hantu dalam pikiran Anda.


Penulis: Arfan Muhammad Nugraha
Editor: Tri Asep Tumbara

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Keren bung Arfan��. Mungkin mahasiswa kita terlalu rendah hati buat ngumbar aktivitas bacanya di muka umum ��

    BalasHapus