Mengatasi Masalah Anak Hiperaktif di Sekolah



lpm.uniku.ac.id - Bagaimana cara wali kelas mengatasi kelas yang sebagian besar atau mayoritas anak di kelasnya sangat aktif (hiperaktif), bagaimana melaksanakan pembelajaran agar tetap terlaksana? Bagaimana pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan dengan menggunakan alat pendidikan non material?

Menurut Barkley, anak hiperaktif atau ADHD (Attention Deficit Hiperactivity) adalah sebuah gangguan ketika respon terhalang dan mengalami disfungsi pelaksana yang mengaruh pada kurangnya pengaturan diri, lemahnya mengatur perilaku untuk tujuan sekarang dan masa depan, serta sulit beradaptasi secara sosial dan perilaku dengan tuntutan lingkungan.

Ada beberapa faktor penyebab ADHD, yang pertama ialah pemanjaan, orang tua yang terlalu memanjakan anaknya dengan sangat berlebihan itu dapat menyebabkan Si Anak berkemungkinan mengidap salah satu gangguan pada mental atau psikis Si Anak atau biasa dikenal dengan sebutan hiperaktif tersebut.

Faktor yang kedua ialah orang tua yang kurang menerapkan kedisiplinan dan pengawasan kepada Si Anak, faktor yang kedua ini kebalikan dari faktor yang pertama, Si Anak tidak dimanjakan tetapi orangtua kurang memberi perhatian dan waktunya terhadap Si Anak. Mungkin karena kesibukan yang sangat padat sehingga waktu luang untuk memperhatikan Sang Anak kurang atau ada penyebab lain mengapa orangtuanya kurang memperhatikan Si Anak. Nah, dari kurang disiplin dan kurangnya pengawasan dari orangtuanya pun dapat mengakibatkan Si Anak mengalami hiperaktif.

Faktor selanjutnya ialah orientasi kesenangan, ingin memuaskan kebutuhan atau keinginannya sendiri.   

Selain fakor penyebab ADHD ada pula gejala-gejala anak yang mengidap gangguan ADHD tersebut, diantaranya ialah anak tidak dapat duduk diam, dia tidak bisa diam dalam waktu lama, dia selalu ingin bergerak misalnya selalu memainkan jari-jarinya, memainkan kaki-kakinya dan lain sebagainya. Anak yang mengidap ADHD ini biasanya sering sekali meninggalkan tempat duduknya, entah itu ketika sedang di ruang kelas ataupun di luar itu.

Selanjutnya ada tipe atau jenis anak yang mengidap ADHD itu dibagi ke dalam dua kelompok. Yang pertama, tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian dan yang kedua, anak bertipe hiperaktif dan impulsive. Berbeda dengan tipe yang pertama, pada tipe kedua, Si Anak mampu memusatkan perhatian.

Tipe atau jenis anak yang mengidap gangguan ADHD sudah dijelaskan di muka dan saat ini kita akan membahas anak ADHD lebih spesifik lagi. Ciri-ciri anak yang mengidap gangguan ADHD secara umum yang mudah dilihat dan diamati ialah Si Anak selalu mengerjakan suatu kegiatan-kegiatan dengan tidak menyelesaikan dengan tuntas terlebih dahulu kegiatan yang sebelumnya dilakukan, tetapi dia lebih memilih melakukan kegiatan lainnya.

Kemudian bagaimana cara untuk menangani anak seperti telah dipaparkan di atas?
Dalam menangani anak seperti yang telah diterangkan di atas itu ada dua cara penanganannya, yang pertama dapat menggunakan cara terapi atau pengobatan, dan cara yang kedua dapat menggunakan perhatian dari lingkungan. Tetapi sebelum guru men-judge bahwa si anak termasuk ke dalam golongan yang pertama atau kedua, guru harus mengetahui terlebih dahulu karakteristik Si Anak tersebut. Dilihat terlebih dahulu apakah memang benar Si Anak tersebut mengidap gangguan ADHD? Jika memang benar, barulah guru mengamati apakah Si Anak itu harus menggunakan penanganan medis atau justru harus menggunakan penanganan perhatian dari lingkungannya.

Jika Si Anak ternyata hiperaktif yang terdapat gangguan pada salah satu system syaraf atau organ tubuh lainnya, maka cara penanganan yang tepat ialah menggunakan terapi atau pengobatan medis. Tetapi jika anak tersebut mengidap gangguan yang tidak ada hubungannya pada salah satu organ tubuhnya, maka guru dapat menggunakan cara penangannya dengan perhatian dari lingkungan, artinya apabila Si Anak tersebut mengalami gangguang pada psikisnya, maka guru dapat menggunakan strategi-srategi yang disesuaikan dengan kebutuhan Si Anak tersebut.

Setelah itu, guru dapat melakukan sebuah  pendekatan, jika didalam kelas mayoritas anaknya hiperaktif maka tidak menjadi kendala bagi seorang guru untuk menyampaikan dan melaksanakan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di kelas, disini guru dapat menggunakan berbagai macam model dan metode pembelajaran yang bersifat aktif, guru dapat menggunakan model dan metode yang mengajak anak untuk bermain, sehingga peserta didik tidak tidak harus dikekang dan dilarang-larang untuk bergerak sesuka hatinya, tetapi materi pembelajaranpun tetap dapat disampaikan dengan baik. Justru peserta didik lebih termotivasi dalam belajar jika cara pembelajarannya menyenangkan seperti itu.
Memang pada hakikatnya anak yang hiperaktif seperti itu tidak dapat dikekang, tidak dapat dilarang, tidak bisa dikeraskan. Karena ketika anak hiperaktif dikekang, dilarang, dikeraskan, maka mereka akan memberikan respon yang negatif terhadap pendidik, mereka akan berontak, malah mereka akan lebih berontak lebih parah dari sebelumnya. Dan biasanya anak-anak yang hiperaktif seperti ini ada pada tingkat kelas rendah.

Kemudian pembelajaran dapat menggunakan alat pendidikan non material, contoh alat pendidikan non material adalah larangan dan hukuman. Peserta didik yang hiperaktif tidak bisa dilarang atau dikeraskan, ini sebuah tantangan bagi seorang guru untuk mengatasi peserta didik yang mengidap hiperaktif tersebut.

Pada larangan guru dapat memberi tahu terlebih dahulu peraturan-peraturan ketika KBM dilaksanakan di dalam kelas ataupun di luar kelas. Guru dapat memberi tahu pada mereka bahwa siapa saja yang tidak mematuhi peraturan yang telah diberi tahu tersebut, maka akan terkena hukuman, dan ketika ada anak yang melanggar peraturan tersebut maka anak tersebut mendapatkan hukuman, tetapi hukuman tersebut tidak dilaksanakan dan dilakukan ketika KBM sedang berlangsung, guru dapat memanggil anak yang bersangkutan tersebut ketika waktu istirahat atau sepulang sekolah, kemudian guru menugaskan kepada mereka untuk menulis, “Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi” sebanyak-banyaknya, setelah itu guru dapat mendekati Si Anak untuk dinasehati dengan baik-baik.

Larangan dan hukuman yang dilakukan saya sarankan untuk tidak menggunakan kekerasan ataupun karena adanya rasa benci terhadap Si Anak tersebut, karena itu tidak akan membuahkan hasil yang baik. Saya menyarankan lakukanlah segala sesuatu dari hati, karena ketika sesuatu yang dilakukan dari hati, maka akan kena lagi di hati.

Jadi lakukanlah sesuatu dengan rasa kasih sayang dan cinta terhadap peserta didik, karena jika kita melakukannya dengan menggunakan rasa kasih sayang dan cinta, maka respon yang diberikan peserta didik pun akan baik terhadap kita, rasanya berbeda jika sesuatu dilakukan dengan hati. Juga jangan lupa untuk tetap tersenyum ketika di hadapan para peserta didik, karena para peserta didik tidak mau tahu tentang masalah yang kita hadapi maupun kesulitan yang kita alami. Yang siswa harapkan hanyalah kita harus perfect dalam mengajar, mendidik dan melatih mereka.

Penulis : Aisya Widya Ulfa

Sumber referensi :
-          Buku Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar yang ditulis oleh Maliki, M.Pd.
-          Buku Pedagogik Ilmu Mendidik yang ditulis oleh Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd, dkk.
-          Buku Psikologi Pendidikan yang ditulis oleh Drs. Wasty Soemanto, M.Pd.