lpm.uniku.ac.id - Mencontek merupakan kegiatan yang tidak baik, karena
menjerumuskan siswa tersebut ke jurang kemalasan. Dan malas merupakan awal
dari kemiskinan. Mencontek itu sama saja berbuat dosa, karena berbohong kepada
orang lain. Selain itu, mencontek juga dapat mengikis rasa percaya diri dan
tanggungjawab yang akhirnya merugikan diri sendiri dan orang lain. Mencontek juga
mencerminkan orang yang tidak kreatif dan malas berpikir.
Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa mencontek itu
merupakan kegiatan yang tidak baik. Tanpa mempertimbangkan hal-hal tersenut
juga, semua orang juga pasti berpikir bahwa mencontek itu tidak baik. Anehnya
mencontek itu tetap saja dilakukan. Bahkan menjadi hal yang biasa-biasa saja,
bahkan seperti menjadi budaya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), budaya
berarti pikiran; akal budi; adat istiadat; sesuatu mengenai kebudayaan yang
sudah berkembang; sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar
diubah.
Jika mencontek dianggap sebagai “budaya” di kalangan
pelajar, maka orang yang beranggapan demikian berarti mendukung bahwa mencontek
merupakan kebiasaan para pelajar yang berkembang dari zaman ke zaman,
mempengaruhi pelajar di era-era selanjutnya, dan tentunya kebiasaan itu sukar untuk
diubah. Kata “sukar” menjadi suatu bentuk keputusasaan bahwa kebiasaan
mencontek itu sangat sulit untuk dihilangkan bahkan beberapa orang berpendapat
bahwa mustahil untuk kebiasaan mencontek lepas dari kehidupan para pelajar,
terutama pelajar masa kini.
Sebelum berpendapat bahwa mencontek merupakan budaya,
ada baiknya jika kita menganalisa lebih jauh apa yang menjadi sebab seorang
pelajar mencontek. Sebab paling mendasar yang menjadi alasan seorang pelajar
melakukan kegiatan mencontek adalah karena adanya keinginan untuk mendapatkan
nilai bagus dan tuntutan dari orang sekitar pelajar tersebut, khususnya orang
tua. Dalam beberapa kasus yang saya ketahui dan amati dari teman-teman sekitar
saya, beberapa orang tua ada yang sangat menuntut anaknya untuk menjadi anak
yang baik dan pintar. Dan kepintaran menurut beberapa orang tua adalah diukur
dari nilai bagus dan mendapatkan peringkat yang tinggi di kelas.
Saya merasa sangat prihatin terhadap orang tua yang
berpendapat bahwa anak yang mampu menghasilkan nilai bagus adalah anak yang
pintar. Padahal pintar tidak bisa jika hanya diukur dengan nilai, tetapi juga
bisa dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya, minat dan bakat anak. Jika
minat dan bakat anak dapat disalurkan dan diolah dengan baik, ditambah dukungan
yang positif dari orang tua, pastinya akan menghasilkan anak yang cerdas dan
berbakat.
Apabila ada kasus dimana orang tua pelajar tersebut
mengharuskan anaknya untuk mendapatkan nilai yang bagus. mungkin si anak tersebut
akan merasa tertekan dan bahkan bisa mencontek setiap ujian agar mendapatkan
hasil yang dirasa dapat memuaskan kedua orang tuanya. Sangat disayangkan sekali
jika yang menjadi sebab seorang anak mencontek adalah orang tuanya sendiri.
Selain orang tua, mungkin juga para pendidik perlu
bekerja lebih keras lagi untuk mendidik dan mengarahkan para siswanya agar
mencontek tidak menjadi suatu budaya dalam kehidupan para pelajar. Sampai saat
ini, ada beberapa pendidik yang masih acuh tak acuh terharap muridnya yang
mencontek. Hal ini sangat saya rasakan ketika sedang mengikuti ujian, teman di
samping saya sedang mencontek dengan teman di belakangnya, dan bahkan ada yang
mencontek dengan menggunakan handphone.
Saya perhatikan pengawas ujian hanya sibuk menunggu kegiatan ujian dengan asik
sendiri bermain handphone tanpa ada
sedikitpun menegur anak yang saat itu sedang mencontek.
Mencontek merupakan kegiatan yang sangat merugikan.
Dengan mencontek, kita tidak akan mengenal potensi besar yang kita miliki dalam
diri kita masing-masing. Ada baiknya sebagai seorang pelajar, kita belajar
untuk menggali potensi yang kita miliki agar kita dapat menjadi manusia yang
berkualitas dan mampu bersaing baik di dunia pendidikan maupun di dunia kerja
yang akan kita hadapi di masa yang akan datang.
-Mus