Mencontek, Cikal Bakal dari Siklus Korupsi yang Tak Kunjung Tuntas.
Relevansi, Makna UTS/UAS yang Kosong.
Kita
selalu bergerak atas sesuatu yang besar, sesuatu yang jauh dan mungkin sulit
untuk dijangkau misalnya seperti harapan ingin memberantas korupsi. Tapi...,
hal kecil, hal yang dekat dan melekat dengan kita, selalu kita sepelekan, kita
selalu mengabaikannya, atau bahkan, kita sendirilah pelakunya..--Misalnya
mencontek saat UTS/UAS.
Kita
mungkin tahu bahwa itu hanyalah selembar kertas, kita mungkin tahu bahwa itu
hanya hanya secarik nilai, kita mungkin tahu bahwa masa depan tidak sepenuhnya
dan selalu ditentukan dengan semua itu, tapi..., kenapa kita rela mengorbankan
harga diri dan kehormatan kita hanya untuk semua itu? --Mencontek hanya untuk
orang lemah, malas, dan tidak percaya diri.
Yang
paling miris adalah, ketika konteks tersebut lari pada kenyataan pahit yang
lain, misalnya menciptakan permusuhan, mereka yang mencoba jujur malah menjadi
korbannya, dianggap pelit, dianggap merugikan, dianggap tidak memiliki
solidaritas, di bully dan sebagainya. Padahal, justru merekalah yang bisa
dianggap memiliki pemikiran luas, berpikir bahwasannya UTS/UAS adalah ajang
untuk berkompetisi, khususnya dengan diri sendiri, dan umumnya dengan orang
lain, bahkan, dengan tidak memberikan jawaban ketika UTS/UAS, mungkin saja
mereka memiliki pandangan lain dari sikap yang diambilnya tersebut, salah
satunya yakni tidak ingin membodohi atau mengajarkan kebodohan kepada orang
lain.--Karena memberikan jawaban pada saat UTS/UAS hakikatnya adalah mengajari
orang lain untuk menjadi malas dan tidak mau berpikir, yang lebih parahnya
mengalir seperti MLM (You know lah apanya yg mengalir).
Konteks
diatas, jika dipaksakan dikaitkan dengan permasalahan ke agamaan, maka timbul
pertanyaan, apakah mencontek itu merupakan dosa besar? kalau dibandingkan
dengan musyrik, zina, mencuri dan sebagainya (mungkin) ini bukanlah sesuatu
yang merupakan dosa besar, _Wallahu'alam_. Tapi, apakah kita sebagai
manusia menganggap bahwa diri kita bersih? suci? alim atau apalah itu? tentu
tidak bukan?. Hanya manusia bodohlah yang menganggap dirinya tidak memiliki
dosa, atau seperti kata Cak Nun, "Puncak dari seorang pendosa adalah ia
merasa bahwa dirinya tidak berdosa."
Kenapa
sih kok dikaitkan dengan hal seperti itu? Maka singkatnya, apakah pantas jika
banyak oknum yang berkata kepada orang jujur dengan kalimat seperti ini,
misalnya "Kamu itu so' suci, so' baik", "munafik" dan
sebagainya, yang intinya memburuk-burukkan si orang jujur tersebut. Lah, orang
berbuat baik kok, disebut buruk. Menurut pandangan penulis, terkadang orang yang
seperti itu adalah orang yang berpikiran sempit, sudah tahu kita ini adalah
pendosa (memiliki dosa), bukannya meminimalisir/menjauhi dosa tersebut, malah
menambah dosa lain dengan hal mencontek tersebut, kan lucu.
Akhirnya,
entah siapa yang harus disalahkan dari semua ini, kenapa siklus korupsi di
negeri ini terus-menerus terjadi. Padahal, seharusnya solusi yang ampuh
bukanlah harus selalu KPK, bukanlah harus selalu pihak kepolisian, bukanlah
ketika hukuman mati dijatuhkan, tetapi tinggal bagaimana kita bisa
memperhatikan hal-hal kecil disekitar kita, khususnya dimulai dari memperbaiki
diri kita sendiri. CMIIW.
Penulis: NoSignalXYZ
0 Komentar