www.lpmsinergis.com -
Kasus pengklaiman nama Kopma oleh 27 orang mahasiswa berbuntut teguran secara
lisan dari pihak lembaga yang dalam hal ini diwakili oleh Wakil Rektor III,
Ilham Ahdiya. Pertemuan dihadiri pengurus Kopma, perwakilan 27 orang mahasiswa (bersangkutan), anggota MPM
(Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) dan BLM (Badan Legislatif Mahasiswa).
Pertemuan kedua ini dilaksanakan pada hari Kamis (28/2/2019), di Ruang Rapat
Rektorat.
Pengklaiman ini berawal dari ajakan Ganis, Mantan
Ketua Kopma, kepada orang-orang terdekatnya untuk mengikuti pelatihan tentang
perkoperasian di Bandung. Ganis mengajak 27 orang, yang di antaranya ada
beberapa Anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Uniku (Universitas Kuningan)
yang menjadi korban, termasuk Presiden Mahasiswa dalam hal ini.
Sementara itu, perwakilan dari BEM Universitas
Kuningan menegaskan untuk ke depanya ketika ada laporan mengenai
kasus-kasus pengklaiman harus dilaporkan bukan ke MPM,
itu seharusnya dilaporkan ke BEM, yang nantinya akan ditindaklanjuti ke
lembaga.
Tetapi dalam kenyataannya, Kopma sebagai pihak yang
dirugikan, tidak mungkin melaporkan kasus pengklaiman kepada BEM Uniku yang
dalam hal ini sebagai korban.
”Mungkin itu dari permasalahan dari 27
orang ini dan saya sebagai perwakilan dari 27 orang mengucapkan mohon maaf dan
kami semua minta maaf kepada semua dan kami tidak akan mengulanginya
lagi,” kata Ryan Darmansyah Intani, mahasiswa
yang mengikuti pertemuan.
Wakil Rektor III berpesan kepada Presiden Mahasiswa, MPM dan BLM untuk
bekerjasama berkolaborasi menyosialisasikan aturan (AD/ART), karena itu tugas
mereka untuk memberikan pemahaman pada semua mahasiswa.
“MPM dan BEM selanjutnya bagaimana membuat aturan tentang ukm.
Dikarenakan itu aturan teman-teman yang bikin, temen-temen juga yang
melaksanakan kemudian temen-temen juga yang berakibat pada pelaksanaanya,"
ujar Ilham Ahdiya.
Peran penting dari ketiga elemen (BEM, BLM dan MPM), sangat dibutuhkan
dalam memberikan pemahaman kepada mahasiswa. Khususnya mahasiswa yang
berorganisasi agar paham tentang aturan-aturan (AD/ART).
Banyak dijumpai, aturan itu hanya dipahami oleh segelintir mahasiswa
pemangku kekuasaan saja di kampus. Disinilah peran penting lembaga
kemahasiswaan tersebut, agar mahasiswa pada umumnya tidak buta dengan aturan
kampusnya sendiri.
Diharapkan dengan tersosialisasikannya aturan tersebut, semoga ada
peningkatan pemahaman organisasi. Di Universitas Kuningan sendiri, memiliki
lembaga atau organisasi yang mencakup wilayah kemahasiswaan seperti BEM, BLM
dan MPM. Sedangkan untuk UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) adalah organisasi/badan
otonom, sebagai media untuk menyalurkan hobi, bakat dan minat. Tetapi di
Uniku tidak ada badan yang berlaku untuk mengatur aturan tentang
UKM.
“Nah makanya waktu itu pas kejadian, saya berkoordinasi dengan Badan
Legislatif Mahasiswa. Yang notaben-nya, legislatif itu sebagai wakil rakyat
kita (mahasiswa), kalau kampus ini diidentikan dengan miniatur. Kemudian waktu
itu saya membuat prosedural yang diminta oleh BLM dan MPM. Saya mengajukan
minta difasilitasi untuk pertemuan kemarin,” kata Agung Sutrisno, mantan ketua
Kopma, Kamis (28/2/2019).
Pasca pertemuan pertama, MPM memberitahukan bahwa kejadian yang dialami
Kopma dan 27 orang itu adalah sebuah bentuk pelanggaran kode etik yang berada
di Universitas Kuningan.
“Mungkin kalau dari kami (Kopma), temen-temen dari 27 orang kemarin juga
sudah mengucapkan permintaan maaf. Kita menerima permintaan maaf tersebut, Cuma
disitu masih tetap ada aturan yang dilanggarnya. Salah satunya juga, kita yang
dari Kopma dirugikan juga, Pak,” tambah Agung Sutrisno.
Ia menjelaskan kronologis singkat tentang kejadian pengklaiman tersebut.
Berawal dari surat undangan masuk ke Kopma. Kemudian Kopma mengirimkan delegasi
resmi untuk datang ke pelatihan di Bandung. Ketika Kopma datang,
ternyata kuota sudah terisi, itu yang menjadi kekecewaan dari pengurus resmi
Kopma.
Jika permasalahan tentang ketidaktahuan yang dilakukan oleh 27 mahasiswa dan dipaksa oleh Ganis. Kampus Uniku
juga sudah pernah membagikan buku pedoman akademik, yang di dalamnya juga,
berisi tentang aturan menjadi mahasiswa. Jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak
mengetahuinya.
Terkait kasus pengklaiman 27 Mahasiswa yang mengatasnamakan Kopma, menurut
Bapak Sahlan, selaku pembina Kopma, bahwasanya ketika ada sesuatu masalah maka
harus di selesaikan dengan musyawarah, adanya masalah menandakan kemajuan
proses berdemokrasi dan proses tersebut harus tetap terus dilakukan kedepannya.
Pada akhirnya pihak kampus menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan, Karena
kejadian ini adalah pertama kalinya.
Penulis: Bram, Fahri, Iqbal
Foto: Raka
Editor: Jahidin, Asep
0 Komentar