Poster Anarchist from Colony. |
www.lpmsinergis.com
– Anarchist
from Colony adalah
film bergenre drama biografi yang diputar pertama kali pada akhir
Juni 2017 lalu di Seoul, Korea Selatan. Film ini diangkat dari kisah
nyata sejarah perjuangan bangsa Korea melawan penjajahan Jepang.
Terutama seputar perjuangan tokohnya, cowok rebel
dari Korea, Park Yeol, yang saat itu berumur 22 tahun dan Kaneko
Fumiko, cewek Jepang, yang saat itu umurnya di bawah Park, yakni 19
tahun.
Dilansir
dari Tirto, Kaneko Fumiko adalah seorang anarkis sekaligus
seorang nihilis, yang dipengaruhi oleh Max Stirner, Mikhail
Artsybashev, Nietzsche dan Kropotkin. Meskipun pendidikan gadis itu
pas-pasan, dia ‘rakus’ membaca dan terpapar pula beragam gagasan
dari Bergson, Herbert Spencer, serta Hegel.
Kemudian,
si Gadis anarki-nihilis Jepang ini menemukan sang Anarkis bandel dari
Korea. Dalam memoarnya, Kaneko menulis dengan penuh gairah saat
menceritakan awal perkenalan dengan Park Yeol. Sebelum bertemu
dengannya, Fumiko membaca sebuah puisi karya Park Yeol yang
diterbitkan dalam sebuah pamflet sosialis sebanyak delapan halaman,
dan tertegun oleh keindahan dan kekuatan kata-katanya.
Park
Yeol hidup layaknya ‘anjing liar’, seperti di dalam puisi yang
ditulisnya. Dia menginap di rumah teman yang berbeda setiap malam,
sering sakit, tetapi memiliki pengaruh kuat sehingga Fumiko
menjadikan Park Yeol sebagai orang yang menginspirasi. Apapun yang
sedang dikerjakan oleh Park Yeol, hal berbahaya apapun yang sedang
dia rencanakan, Fumiko ingin menjadi bagian darinya.
Film
ini berpusat pada Park dan Fumiko, film ini menarasikan bagaimana
pengkondisian paranoia yang diciptakan oleh elite negara bekerja.
Kebijakan yang meski berdarah, akan tetapi benar-benar efektif.
Awal
mula permasalahan dibuka dengan terjadinya gempa besar di Kanto yang
menghancurkan daerah kota Tokyo dan sekitarnya, berlanjut dengan
kejadian kebakaran besar hingga menewaskan lebih dari 100.000 orang.
Kekacauan
tercipta dan para pemangku kebijakan pemerintahan Imperial
melihat bakal adanya aksi protes dari rakyat.
Oleh
karenanya, diciptakan suatu histeria bahwa orang Korea yang tinggal
di Jepang memanfaatkan bencana tadi untuk meracuni sumur dan akan
meledakan bom. Kelompok preman yang berafiliasi dengan kelompok sayap
kanan, tentara, serta warga biasa mulai membunuh orang Korea yang
bisa mereka temukan. Pada saat kekerasan mulai berhenti, hal ini
mengakibatkan lebih dari 6.000 orang Korea meninggal dunia.
Park
Yeol dan kelompok anarkisnya memilih untuk menyerahkan diri kepada
pihak polisi saat kejadian genosida sedang berlangsung, dengan alasan
agar lebih aman. Gagasan ini awalnya berjalan dengan baik, tetapi
tidak lama kemudian tuduhan yang tidak benar mulai dilancarkan
terhadap mereka, tuduhan ini ada agar kejadian genosida yang terjadi
bisa tertutupi.
Demi
melindungi kelompoknya, Park Yeol menjadikan dirinya sebagai tumbal,
bahwa dialah yang bertanggung jawab dalam rencana pembunuhan Pangeran
Hirohito. Meski hukuman mati yang menanti, Fumiko pun ikut-ikutan
menyerahkan diri. Bermula dari sini, Park Yeol dan Fumiko melayani
praktik ‘culas’ pemerintahan Jepang dengan santai seperti sebuah
permainan.
Ada
adegan yang menarik bagi saya pribadi, yaitu adegan disaat Fumiko
sedang foto berdua bersama Park Yeol dipangkuannya. Foto yang sungguh
berani, mengapa saya sebut berani, karena dalam foto itu Park Yeol
memegang payudara Fumiko. Ini bukan hal senonoh pada zamannya, ini
sebuah perlawanan dari Park Yeol terhadap sistem Jepang yang pada
saat itu menindas bangsa Korea.
Dengan
istilah anarki yang hingga saat ini sering disalahpahami, film
Anarchy from Colony bisa menjadi suatu pembacaan dasar. Anarki
bukanlah keinginan untuk menciptakan dunia tanpa peraturan, melainkan
dunia tanpa ada orang lain yang mengklaim sepihak untuk mengatur
secara paksa.
Penulis:
Arfan Muhammad Nugraha
Editor:
Michael Frans Hermanias
0 Komentar